oleh
Chairul umam R
1000224
Tak ada lagi yang bisa menggagalkan julukan "Tim Terbaik" untuk Spanyol.
Setidaknya dalam 4 tahun terakhir. Menjuarai 3 turnamen dunia secara
beruntun bukanlah kebetulan.
Hasil 4-0 atas Italia di final Euro
2012 pada Senin dini hari WIB (2/7) membuat Spanyol menjadi tim pertama
yang mampu mempertahankan gelar juara Eropa. Skor telak lebih dari 2 gol
juga menjadi yang pertama dalam 14 final turnamen Euro.
Di atas
lapangan, Spanyol seperti sempurna. Pelatih Del Bosque memilih partai
puncak ini untuk mengubah sedikit gaya main La Furia Roja. Meski tetap
dengan skema 4-6-0 tanpa seorang striker di barisan starter, Spanyol
memainkan sepakbola efektif yang penuh keyakinan.
Del Bosque
seakan membungkam komentar para pengamat, analis dan kolega sesama
pelatih yang menilai timnya bermain membosankan. Spanyol dinilai
berusaha memainkan tiki-taka ala Barcelona yang malah kurang cair,
memaksa Cesc Fabregas memainkan peran Lionel Messi dan lebih senang
berputar-putar melepas bola ke sesama pemain tengah Spanyol.
Tapi
di Stadion Olimpic Kiev, Ukraina, Minggu malam waktu Eropa, Del Bosque
membuat Spanyol tampil berbeda. Filosofi tiki-taka tetap menjadi dasar,
namun tidak lagi menggebu-gebu. Bukan lagi berusaha meniru persis gaya
Barcelona. Xavi Hernandez, Andres Iniesta, David Silva dan Fabregas
tidak lagi terlalu cepat mengoper bola antar sesama.
Mereka
mengatur ritme. Lihat pula bagaimana Xavi mampu menahan diri untuk tidak
terlalu sering ikut naik ke atas. Gelandang Barcelona ini bergantian
menambah daya gedor dengan bek kiri Jordi Alba dan bek kanan Alvaro
Arbeloa yang merayap di sisi lapangan. Alba, yang akan memperkuat
Barcelona mulai musim depan, mampu pula mencetak gol pertamanya untuk
tim nasional Spanyol.
Berdasarkan statistik Opta Index, Spanyol
melakukan 577 operan dan 510 diantaranya sukses mencapai kawan. Ini
adalah catatan umpan terendah Spanyol sepanjang Euro 2012. Statistik
umpan tertinggi adalah saat melawan Republik Irlandia di Grup C dengan
788/860. Sementara saat menyingkirkan Prancis di perempat final,
permainan Spanyol yang dianggap membosankan melahirkan umpan 612/690.
Del
Bosque juga membuktikan ucapan tentang strateginya tanpa striker di
barisan starter. "Fabregas memang tidak mampu berada di kotak penalti
terus menerus. Tapi dia tahu kapan harus masuk ke kotak penalti pada
saat yang tepat," kata Del Bosque dalam jumpa pers sehari sebelum partai
final.
Kenyataannya, gol pertama Spanyol melalui Silva ke gawang
Gianluigi Buffon pada menit ke-14 berasal dari umpan silang Fabregas
yang merangsek masuk kotak penalti untuk menyambut bola terobosan nan
cerdas dari Iniesta.
Pembuktian tentang keputusan menurunkan
penyerang Fernando Torres sebagai pemain pengganti juga diperlihatkan
Del Bosque. "Torres penyerang bagus, tetapi dia akan lebih bagus ketika
tampil di saat pemain belakang lawan sudah lelah. Di saat seperti itu,
Torres akan mampu menciptakan peluang dan mencetak gol," tegas Del
Bosque.
Penyerang Chelsea itu tampil sebagai pengganti untuk
mencetak satu gol dan memberi assist kepada pemain pengganti lainnya
yang juga rekan seklubnya, Juan Mata, sehingga Spanyol unggul telak 4-0.
Torres pun menorehkan rekor sebagai pemain yang selalu menjadi juara
saat timnya mencapai final. Eks pemain Atletico Madrid dan Liverpool itu
menjuarai Piala FA Inggris, Liga Champions Eropa, Piala Eropa dan Piala
Dunia. Bisa jadi takdir, bisa pula buah dari gairah berdasarkan
konsistensi permainan.
Kesempurnaan permainan Spanyol tak lepas
pula dari antiklimaks yang ditunjukkan Italia. Skuad Cesare Prandelli
tampil di bawah standar setelah tampil cantik dan efektif untuk
menundukkan Jerman 2-1 di semifinal. Kekhawatiran banyak orang soal
kebugaran fisik yang terkuras habis pun terlihat nyata di lapangan.
Barisan
pertahanan gagal berkonsentrasi merapatkan barisan, Daniele De Rossi
serta Claudio Marchisio juga terlihat lelah dengan sejumlah umpannya
yang tak lagi seakurat melawan Jerman. Fisik yang anjlok dan kelelahan
hebat yang dialami Gli Azzurri menjalar ke otot kaki 2 pemainnya.
Bek
tengah Giorgio Chiellini hanya mampu bertahan 21 menit di lapangan
akibat cedera hamstring. Sedangkan Thiago Motta hanya dapat bermain
selama lima menit setelah menggantikan Ricardo Montolivo pada menit
ke-56 lantaran cedera dan membuat Italia harus tampil dengan 10 pemain
di sisa waktu karena kuota pergantian 3 pemain telah habis.
Yang
dialami Italia ini seperti mengamini keluhan pelatih Rafa Benitez ketika
masih menangani Liverpool. "Anda sudah menyiapkan strategi matang
sebelum pertandingan. Ketika pertandingan sudah berjalan, ada pemain
Anda yang cedera sampai harus digantikan sehingga strategi yang telah
disiapkan menjadi tak berguna. Anda terpaksa menyusun ulang strategi
bermain dengan materi seadanya," kata Benitez yang kini tengah
menganggur setelah dipecat Inter Milan pada Desember 2010.
Andrea
Pirlo, roh serangan Italia, juga hanya mendapat ruang gerak yang
sempit. Xabi Alonso tidak pernah menjauh darinya. Gelandang bertahan
Real Madrid ini tak mau mengulangi kesalahan Toni Kroos (Jerman) yang
selalu meninggalkan Pirlo. Alhasil, Pirlo pun kesulitan melepas
umpan-umpan ajaibnya. Apalagi Sergio Ramos dan Gerard Pique tak pernah
membiarkan duet striker Antonio Cassano dan Mario Balotelli berkeliaran
bebas untuk menerima umpan Pirlo atau Montolivo.
Singkatnya,
Spanyol terkesan mengikuti Italia untuk bermain efektif dan sesempurna
mungkin dengan filosofi yang tentu saja berbeda serta pressure kuat.
Italia melakukannya di semifinal dan Spanyol, yang ditahan 1-1 oleh
Italia di penyisihan Grup C, menunjukkannya di final. Del Bosque pun
mendemonstrasikan dirinya sebagai ahli strategi bermental juara.
Pelatih
berusia 61 tahun ini sudah menjuarai Liga Champions (bersama Real
Madrid), Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012. Dia pelatih pertama yang
mampu mencetak rekor bergengsi tersebut.
"Kami menghadapi tim
hebat dan mereka juara dunia. Spanyol mencetak sejarah dan pantas. Kami
sudah melawan mereka di babak grup saat kami masih segar bugar.
Sekarang, di saat kami kelelahan, mereka justru makin kuat. Kali ini
mereka mendominasi kami dan kami harus memberi selamat," pungkas
Prandelli dalam jumpa pers selepas laga final.
Del Bosque dan
Spanyol mencatat prestasi yang belum pernah dicapai pelatih dan negara
lain. Sebuah pencapaian tertinggi yang patut diapresiasi.